Rabu, 23 Maret 2011

TENTANG MATERAI



Bahwa dapat kita ketahui dari zaman kezaman peningkatan kwalitas dari hubungan antara orang yang satu dengan Seseorang, Badan Hukum maupun Negara khususnya dalam melakukan Perbuatan Hukum secara tertulis seperti Pembuatan Akta-Akta Otentik maupun Dibawah tangan  seperti Notaris, Pegawai Pencatat Sipil, Akta notaris, putusan hakim (vonis), berita acara sidang, surat perkawinan, akta kelahiran, akta kematian, dan sebagainya, sedangkan akta di bawah tangan contohnya adalah surat perjanjian sewa menyewa rumah, dan surat perjanjian jual beli. Hal ini menunjukan semakin meningkatnya kebutuhan dan juga perkembangan ilmu pengetahuan yang berkembang didalam masyarakat khususnya masyarakat Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan Negara yang berdasarkan Hukum memiliki regulasi dalam hal hubungan tersebut diatas khususnya dalam hal Sah atau tidak suatu perbuatan hukum secara tertulis tersebut jikalau tidak membubuhi Materai.
Bahwa didalam hal ini dalam prinsip-prinsip pembuktian di dalam Hukum Perdata dan Pidana yang dianut oleh Indonesia sendiri, hal ini dapat kami jelaskan Dalam Hukum Pidana, yang dicari adalah kebenaran materil dan alat bukti dalam hukum Pidana tertuang dalam Pasal 184 yaitu Keterangan saksi, Keterangan Ahli: ket.ahli forensik dll, Surat, Keterangan terdakwa, Petunjut, Sedangkan Dalam Hukum Perdata, yang dicari adalah kebenaran formil sebagaimana diatur dalam pasal 1866 BW, yaitu Bukti tulisan, Bukti saksi, Persangkaan, Pengakuan, Sumpah.
Bahwa Salah satu fungsi akta yang penting adalah sebagai alat pembuktian. Akta otentik merupakan alat pembuktian yang sempurna bagi para pihak untuk mengetahui hak darinya tentang apa yang dimuat dalam akta tersebut. Akta Otentik merupakan bukti yang mengikat yang berarti kebenaran dari hal-hal yang tertulis dalam akta tersebut harus diakui oleh hakim, yaitu akta tersebut dianggap sebagai benar selama kebenarannya itu tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya. Menurut Pasal 1857 KUHPerdata, jika akta dibawah tangan tanda tangannya diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai, maka akta tersebut dapat merupakan alat pembuktian yang sempurna terhadap orang yang menandatangani serta para Pihak.
Berkaitan dengan meterai atau bea meterai menurut Pasal 2 Undang-undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai disebutkan “ bahwa terhadap surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata maka dikenakan atas dokumen tersebut bea meterai “ . Dengan demikian maka tiadanya meterai dalam suatu surat perjanjian (misalnya perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa) maka tidak berarti perbuatan hukumnya (perjanjian jual beli) tidak sah, melainkan hanya tidak memenuhi persyaratan sebagai ALAT PEMBUKTIAN. Sedangkan perbuatan hukumnya sendiri tetap sah karena sah atau tidaknya suatu perjanjian itu bukan ada tidaknya meterai, tetapi ditentukan oleh Pasal 1320 KUHPerdata.
Bila suatu surat perjanjian/kontrak yang ditandatangani dari semula tidak diberi meterai dan akan dipergunakan sebagai alat bukti di pengadilan maka permeteraian dapat dilakukan belakangan. Perlu ditegaskan kembali, bahwa tidak dilunasinya bea meterai dalam dokumen tersebut akan berdampak terhadap kekuatannya sebagai alat bukti. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bea meterai adalah pajak atas dokumen, termasuk di dalamnya surat perjanjian yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata. Jika dokumen perjanjian atau kontrak yang tidak dibubuhi dengan meterai ternyatakan dipergunakan sebagai alat bukti, maka UU tentang Bea Meterai mengatur bahwa dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda administrasi sebesar 200 persen (dua ratus persen) dari bea meterai yang tidak atau kurang dibayar. Cara pembayarannya adalah pemegang dokumen harus melunasi bea meterai yang terhutang berikut dendanya dengan cara pemeteraian kemudian yang dapat dilakukan melalui Pejabat Kantor Pos








Selasa, 01 Februari 2011

Sedikit Cerita Hidup Saya........

Nama saya Rado Fridsel Leonardus, saya adalah anak ke-2 dari 4 (empat) bersaudara dari ayah Drs.Jacobus Rapi dan ibu Dorce Biring Allo, saya dilahirkan di Kendari, Sulawesi Tenggara 23 tahun lalu, ayah seorang guru dimana beliau sudah Meninggal Dunia sekitar 10 Tahun lalu Sedih baget...ibu saya seorang Bidan yang akan membiayai anak-anaknya untuk melanjutkan pendidikan yang tinggi,,
Saya tumbuh di keluarga yang sederhana tidak berlebihan, saya dididik oleh seorang ayah yang tegas dan penuh aura yang luar biasa pokonya perfect sekali,dia adalah panutan yang bener-bener membuat saya termotifasi,,kangen papa..........
Saya selalu diajarkan untuk bisa mandiri, jangan jadi anak manja, dan selalu optimis,,,saya selalu ingat waktu kita sekeluarga pindahan rumah, nah pada saat itu papa menyuruh berkelahi dengan anak-anak disitu hehehehe, dan akhirnya bener saya berkelahi juga dengan anak tetangga itu..
Mulai bercerita pada saat ayah saya meninggal saya mulai memahami arti kehidupan sebenarnya,,saya diberikan 2 pilihan pada saat saya menamatkan diri di SMAN 4 Kendari, dimana ibu saya mengatakan kalau tidak sanggup untuk membiayai kuliah saya jika saya ingin kuliah, betapa susahnya ingin berkuliah, namun mungkin sudah jalan tuhan, kakak dari ibu saya menawarkan untuk membiayai kuliah, namun biaya saku tetap ditanggung oleh ibu, pada awalnya kayaknya pihak keluarga tidak memiliki optimisme yang besar perihal kesuksesan saya mencapai impian, dikarenakan background yang tidak bagus dimata keluarga namun hal itu sebagai motivasi lagi untuk mencapai impian, dan berangkatlah dengan mengejar impian menjadi seorang pengacara, saya memiliki target saya harus bisa menyelesaikan kuliah saya 3 1/2 ( Tiga Setengah Tahun ) dan itu benar-benar bisa.....dan hal itu tidak membuat puas diri, dan kembali membuat keputusan untuk mencari nafkah di Pulau Dewata, dengan bekalitu saya pun mengukuti test untuk menjadi pengacara, dan akhirnya tuhan yesus memberikan jalan lagi dan setelah itu memulai Magang dan sekarang Bekerja menjadi Legal Officer di Holding Company,,mulai dari itu semua, cita-cita terbesar saya adalah bisa bersekolah melanjutkan Program Magister di Luar Negeri, namun apadaya cita-cita itu masih terhalang terhadap Biaya...
Saya ingin sekali melanjutkan Program Magister Hukum Saya Diluar Negeri...ingin menjadi seorang pengacara dan Diplomat yang hebat dan bisa berguna bagi Keluarga, Masyarakat dan untuk Negara
Pasti Bisa, Pasti Bisa, Pasti Bisa..Tuhan Memberkati Amien 
    

Selasa, 18 Januari 2011

Sebagian Catatan Hidupku.................

Cofee Break sehabis melakukan pertemuan dengan Bapak Aburizal Bakrie dan Bapak Mendiknas di Istana Wakil Presiden, Rekan-rekan peserta Pelayaran Kebangsaan VII pada kecewa yang seharusnya menerima kita adalah Bapak Wakil Presiden.......
Semoga rejeki Bapak Aburizal Bakrie tertular ke gw ya.....amien.....





















Mencoba Toga Hakim di Kampus, dan Puji Tuhan setelah berumur 25 tahun mudah-mudah sudah bisa memakai Toga Pengacara dan akan mengemban tugas dan tanggung jawab sebagai Penegak Hukum, Amin....















Berpose di Kapal KRI MAKASSAR 590 yang akan membawa Rekan-rekan Peserta Pelayaran Kebangsaan VII mengarungi lautan, dan Kapal KRI MAKASSAR 590 ini adalah kapal Angkut Prajurit, Tank, dan Helikopter
Jadi Ingat Bersama dengan Rekan-rekan Seperjuangan Alumni Pelayaran Kebangsaan VII














Ini Foto Narsis gw di Air Terjun di Daerah Singaraja,lupa gw nama Air terjunnya thu,,,tapi bgus bgt......kalian harus mencoba....


Jumat, 17 Desember 2010

BIODATA RADO FRIDSEL LEONARDUS,SH

Daftar Riwayat Hidup

Data Pribadi


Nama
Jenis kelamin
Tempat, tanggal lahir
Kewarganegaraan
Status perkawinan
Kesehatan
Agama
Alamat lengkap
Telepon, HP
E-mail
: Rado Fridsel Leonardus,SH
: Laki-Laki
: Kendari, 28 Agustus 1987
: Indonesia
: Belum Menikah
: Sangat Baik
: Kristen Katholik
: Jl.Ledta Made Putra No 11 Denpasar
: HP = 0817 0668813 atau 03619931380
: radho_theghost@yahoo.co.id

Pendidikan
» Formal

1992 - 1998
1998 - 2001
2001 - 2005
2005 - 2009

: SD Katholik Pelangi, Kendari
: SMP Negeri 2, Kendari
: SMU Negeri 4, Kendari
: Program Sarjana (S-1) Universitas Pendidikan Nasional Denpasar ( September 2005- Februari 2009 )

» Non Formal ( Pelatihan, Seminar, lokakarya, Magang )

Ø  Mengikuti Seminar Nasional dengan tema “ Perancangan Kontrak Yang Tahan Terhadap Gugatan Hukum “ yang diselenggarakan oleh PERADI Cabang Denpasar bekerjasama dengan Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia Bali-NTT tahun 2010
Ø  Mengikuti Pendidikan Profesi Advokat ( PERADI ) tahun 2009
Ø  Mengikuti  “ Sosialisasi Pengenalan Perpolisian Masyarakat ( POLMAS ) dan Prinsip-Prinsip Dasar HAM “ yang diselenggarakan oleh POLDA BALI tahun 2008
Ø  Mengikuti Seminar Nasional “ Strategi Antisipasi Krisis Keuangan Global dalam Rangka Penguatan Ekonomi Bali “ yang diselenggarakan oleh Undiknas tahun 2009
Ø  Training Round II “ Youth Patry Forum & Cunstituent Outreach “ sponsored by Internasional Republican Institute tahun 2009
Ø  Magang Di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia tahun 2008
Ø  Pelatihan Karya Tulis ilmiah Tingkat Nasional tanggal 20-22 November 2006
Ø  Mengikuti Seminar Nasional “ Strategi Antisipasi Krisis Keuangan Global dalam Rangka Penguatan Ekonomi Bali “ yang diselenggarakan oleh Undiknas tahun 2009
Ø  Mengikuti Seminar Nasional “ Wawasan Kebangsaan dan Kewaspadaan Nasonal “ yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Undiknas bekerjasama dengan LEMHANAS tahun 2006
Ø  Diskusi Publik dengan tema“ Bali Perlukah Lokalisasi? “ yang diselenggarakan oleh PD KMHDI BALI tahun 2007
Ø  Mengikuti Seminar Nasional “ Penanggulangan HIV,AIDS,NARKOBA, dan I.M.S Kita Cegah Perilaku Bebas di Kalangan Remaja dan Mahasiswa Di BAli “ yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Undiknas tahun 2008
Ø  Mengikuti Seminar Regional “ Kiat Memuaskan dan Mempertahankan Pelanggan “ yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi Undiknas tahun 2008
Ø  Mengikuti Dialog Interaktif “ Perkembangan Tembang/Vokal Di Bali “ yang diselenggarakan oleh RRI bekerjasama dengan Yayasan Sabha Budaya Hindu Bali tahun 2006
Ø  Mengikuti Dialog Interaktif “ Revitalisasi Semagat Puputan Untuk Menjawab Tantangan Kekinian “ yang diselenggarakan oleh RRI bekerjasama dengan Yayasan Sabha Budaya Hindu Bali tahun 2006
Ø  Mengikuti Seminar Nasional “ Liberalisasi Ketenagalistrikan Menguntungkan Atau Merugikan “ yang diselenggarakan oleh Aliansi Mahasiswa Bali tahun 2007

:

» Penghargaan Lokal Maupun Nasional      

Ø  Telah LULUS Ujian Profesi ADVOKAT PERADI tahun 2009
Ø  Penghargaan menjadi Aktivis Mahasiswa Tahun 2007/2008 sebagai Ketua I Badan Eksekutif Mahasiswa
Ø  Pelatihan Karya Tulis ilmiah Tingkat Nasional tanggal 20-22 November 2006 sebagai Peserta
Ø  Menjadi Narasumber Acara Yohana Interaktif di BALI TV tahun 2008
Ø  Menjadi Pemakalah Dengan  tema “ Pertahanan Keamanan Wilayah Perbatasan Indonesia “ tahun 2007
Ø  Mahasiswa Berprestasi Peringkat Ke II Tingkat Universitas Tahun 2007
Ø  Penghargaan Kegiatan PELAYARAN KEBANGSAAN VII yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi  tahun 2007
Ø  Menjadi  perwakilan kampus dalam Beasiswa Supersemar Award tahun 2009

:

Kemampuan
  1. Kemampuan Berbagai hal mengenai organisasi
  2. Kemampuan berbagai hal mengenai Hukum ( Legal Opinion, Legal Drafting, Surat Kuasa , Gugatan, hal-hal yang berkaitan dengan persoalan Hukum ( Perijinan,dll…)
  3. Kemampuan Internet.
  4. Toefel 460

Pengalaman Kerja

Bekerja di Kantor Advokat TALITHA ASSOCIATE
Periode
Status
Posisi
: Mei 2009 – sekarang
: MAGANG ( Advokat Magang )
: NON LITIGASI
Uraian singkat pekerjaan :
  • Membuat draf Gugatan,menjawab Gugatan, Pledoi, Replik, Duplik, menganalisis perjanjian, membuat kontrak dan  membuat surat-surat Hukum dan segala tindakan hukum dalam hal membantu Advokat Pendamping dalam menyelesaikan permasalahan HUKUM

Bekerja Sebagai Legal Officer Holding Company yang bergerak dibidang Perhotelan dan Restorant
Periode            : November 2010- sekarang
Posisi              :  Legal Officer
Uraian Singkat Pekerjaan :
·         Mengurus kelengkapan Administrasi Hukum dari semua unit perusahaan dan juga memberikan pendapat dan menganalisis permasalahan hukum  yang ada di semua perusahaan


Rabu, 10 November 2010

ALASAN PENGHAPUS PIDANA

Alasan penghapus pidana ( strafuitsluitingsground ) diartikan sebagai keadaan khusus ( yang harus dikemukakan, tetapi tidak perlu dibuktikan oleh terdakwa ) yang jika dipenuhi menyebabkan – meskipun terhadap semua unsur tertulis dari rumusan delik telah dipenuhi – tidak dapat dijatuhkan pidana ( Nico Keijer, 1990 : 1 ). Alasan penghapus pidana dikenal baik dalam KUHP, doktrin mapun yurisprudensi.
Dalam ilmu hukum pidana alasan penghapus pidana dibedakan dalam ( Sudarto, 87 : 138 ) :
1.alasan penghapus pidana umum
adalah alasan penghapus pidana yang berlaku umum untuk setiap tindak pidana dan disebut dalam pasal 44, 48 – 51 KUHP
2.alasan penghapus pidana khusus
adalah alasan penghapus pidana yang berlaku hanya untuk tindak pidana tertentu. Misalnya pasal 122, 221 ayat (2), 261, 310, dan 367 ayat (1) KUHP
Selain yang diatur dalam KUHP, alasan penghapus pidana juga diatur di luar KUHP, yakni :
1.hak mendidik dari orang tua
2.izin dari orang yang dirugikan
3.hak jabatan dari dokter ( gigi)
4.mewakili urusan orang lain
5.tidak adanya melawan hukum materiil
6.tidak adanya kesalahan sama sekali
7.alasan penghapus pidana putative ( Van Bemmelen, 1979 : 179 )
sesuai dengan ajaran daad-dader strafrecht alasan penghapus pidana dapat dibedakan menjadi :
a)alasan pembenar ( rechtvaardigingsgrond ) yaitu alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, berkaitan dengan tindak pidana ( strafbaarfeit ) yang dikenal dengan istilah actus reus di Negara Anglo saxon.
b)Alasan pemaaf ( schuldduitsluitingsgrond ) yaitu alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa, berkaitan dengan pertanggungjawaban ( toerekeningsvatbaarheid ) yang dikenal dengan istilah mens rea di Negara Anglo saxon.
Alasan penghapus pidana yang termasuk alasan pembenar yang terdapat dalam KUHP, a.n :
a)Noodtoestand ( keadaan darurat )
Keadaan darurat merupakan bagian dari daya paksa relatif ( vis compulsiva ), diatur dalam pasal 48 KUHP :
” barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana “
Ada beberapa ahli yang menggolongkan ” keadaan darurat ” sebagai alasan pembenar namun adapula yang menggolongkannya sebagai alasan pembenar. Dalam keadaan darurat pelaku suatu tindak pidana terdorong oleh suatu paksaan dari luar ( Utrecht, 1986 : 355 ), paksaan tersebut yang menyebabkan pelaku dihadapkan pada tiga keadaan darurat, yaitu :
Perbenturan antara dua kepentingan hukum
Dalam hal ini pelaku harus melakukan suatu perbuatan untuk melindungi kepentingan hukum tertentu, namun pada saat yang sama melanggar kepentingan hukum yang lain, dan begitu pula sebaliknya
Perbenturan antara kepentingan hukum dan kewajiban hukum
Dalam hal ini pelaku dihadapkan pada keadaan apakah harus melindungi kepentingan hukum atau melaksanakan kewajiban hukum
Perbenturan antara kewajiban hukum dan kewajiban hukum
Dalam hal ini pelaku harus melakukan kewajiban hukum tertentu, namun pada saat yang sama dia tidak melakukan kewajiban hukum yang lain, begitu pula sebaliknya.
b)Noodweer ( pembelaan terpaksa )
Diatur dalam pasal 49 ayat (1) KUHP :
” barangsiapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain; terhadap kehormatan kesusilaan ( eerbaarheid ) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana “
Dalam pembelaan terpaksa perbuatan pelaku memenuhi rumusan suatu tindak pidana, namun karena syarat – syarat yang ditentukan dalam pasal tersebut maka perbuatan tersebut dianggap tidak melawan hukum.
c)Melaksanakan ketentuan undang – undang
Diatur dalam pasal 50 KUHP :
” barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang – undang, tidak dipidana “
Walaupun memenuhi rumusan tindak pidana, seseorang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang – undang dianggap tidak melawan hukum dan oleh karena itu tidak dipidana.
d)Menjalankan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang
Diatur dalam pasal 51 KUHP :
” barangsiapa melakukan perbuatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana “
Seseorang dapat melaksanakan undang – undang oleh dirinya sendiri, akan tetapi juga dapat menyuruh orang lain untuk melaksanakannya. Jika ia melaksanakan perintah tersebut maka ia tidak melakukan perbuatan melawan hukum ( Sudarto 1987 : 153 )
Alasan penghapus pidana yang termasuk alasan pemaaf yang terdapat dalam KUHP, a.n :
a)Tidak mampu bertanggungjawab
Diatur dalam pasal 44 KUHP :
” barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya ( gebrekkige ontwikkeling ) atau terganggu karena penyakit ( ziekelijke storing ), tidak dipidana “
Dalam memorie van Toelicting yang dimaksud tidak mampu bertanggungjawab ( Sudarto, 1987 : 951 )adalah :
Dalam hal ia tidak ada kebebasan untuk memilih antara berbuat dan tidak berbuat mengenai apa yang dilarang atau diperintahkan undang – undang
Dalam hal ia ada dalam suatu keadaan yang sedemikian rupa, sehinga tidak dapat menginsyafi bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum dan tidak dapat menetunkan akibat perbuatannya.
b)Overmacht ( daya paksa )
Overmacht merupakan daya paksa relatif ( vis compulsiva ). Seperti keadaan darurat, daya paksa juga diatur dalam pasal 48 KUHP. Dalam KUHP tidak terdapat pengertian daya paksa, namun dalam memorie van toelichting ( MvT ) daya paksa dilukiskan sebagai setiap kekuatan, setiap paksaan atau tekanan yang tak dapat ditahan. Dalam daya paksa orang berada dalam dwangpositie ( posisi terjepit ). Sifat dari daya paksa datang dari luar si pembuat dan lebih kuat ( Sudarto, 1987 : 142 ). Dalam daya paksa perbuatannya tetap merupakan tindak pidana namun ada alasan yang menghapuskan kesalahan pelakunya.
c)Noodweer exces ( pembelaan terpaksa yang melampaui batas )
Hal ini termasuk pembelaan terpaksa juga, namun karena serangan tersebut menimbulkan goncangan jiwa yang hebat maka pembelaan tersebut menjadi berlebihan. Hal ini diatur dalam pasal 49 ayat (2) KUHP :
” pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung dapat disebabkan oleh kegoncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana “
d)Menjalankan perintah jabatan yang tidak sah
Diatur dalam pasal 51 ayat (2) KUHP :
” perintah jabatan yang tanpa wenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wenang, dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaanya “
Melaksanakan perintah jabatan yang tidak wenang dapat merupakan alasan pemaaf jika orang yang melaksanakan perintah mempunyai itikad baik dan berada dalam lingkungan pekerjaannya.
II. YURISPRUDENSI dan MAHKAMAH AGUNG
Yuriprudensi diartikan sebagai keputusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan diikuti oleh hakim – hakim lainnya. Ada beberapa istilah, a.n :
a)Juriprudentia ( bahasa latin )  pengetahuan hukum ( rechtsgeleerdheid )
b)Juriprudentie ( bahasa Belanda )  peradilan tetap atau hukum peradilan
c)Case law atau judge made law ( bahasa inggris )
d)Ueberlieferung ( bahasa Jerman )
e)Juriprudence ( bahasa Inggris )  teori ilmu hukum ( algemene rechtleer; general theory of law )
f)Jurisprudenz ( bahasa Jerman )  ilmu hukum
( P. Purabacaraka dan S. Soekanto, 1979 : 55 – 56 )
Dalam sistem peradilan pidana ada dua asas yurisprudensi ( P. Purbacaraka dan S. Soekanto, 1979 : 63 – 65 ), yaitu :
1.asas preseden
berdasrakan asas ini hakim terikat atau tidak boleh menyimpang dari keputusan – keputusan yang terlebih dahulu dari hakim yang lebih tinggi atau yang sederajat tingkatnya. Asas yang berlaku dia Negara – Negara anglo saxon ini terdapat pengecualiannya :
apabila keputusan terdahulu diterapkan pada peristiwa yang sedang dihadapi dipandang ” plainly unreasonable and inconvenient “
sepanjang mengenai ” dictum ” ( yaitu whatever the judge said that was not necessary to their decision )
2.asas bebas
berdasarkan asas ini, hakim tidak terikat pada keputusan – keputusan hakim yang lebih tinggi maupun yang sederajat tingkatnya. Asas ini dianut oleh Belanda dan Perancis. Di Indonesia walaupun tidak menganut asas preseden secara mutlak, namun dalam kenyataanya seorang hakim akan memperhatikan keputusan – keputusan hakim lainnya, apalagi keputusan mahkamah agung.
Ada 3 alasan mengapa hakim mengikuti putusan hakim sebelumnya ( Utrecht, 1966 : 138 ) yaitu :
1.keputusan hakim mempunyai kekuasaan ( gezag )
apalagi keputusan tersebut dibuat oleh pengadilan tinggi atau Mahkamah agung. Seorang hakim mengikuti keputusan hakim lainnya yan kedudukannya lebih tinggi, khususnya mahkamah agung karena hakim – agung adalah pengawas pekerjaanya. Dengan kata lain karena alasan psikologis.
2.sebab praktis
dengan mengikuti keputusan hakim yang lebih tinggi, maka kemungkinan diajukan banding atau kasasi semakin kecil.
3.sebab persesuaian pendapat
hakim mengikuti keputusan hakim lainnya karena mempunyai pendapat yang sama.
Untuk menghasilkan keputusan yang baik dan adil hendaknya hakim memperhatikan baik ketentuan hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. Pasal 28 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004 tentang tentang kekuasaan pokok kehakiaman menyatakan :
” hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai – nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat “
Oleh karena itu harus meningkatkan pengetahuannya dalam bidang ilmu hukum maupun ilmu sosial lainnya, terutama hakim pada mahkamah agung. Mahkamah agung sebagai pengadilan Negara tertinggi mempunyai kewenangan untuk melaksanakan pengawasan terhadap pengadilan dibawahnya.
Mahkamah agung mempunyai tugas utama yaitu mengembangkan hukum melalui yurisprudensi, karena mahkamah agung pemegang monopoli pemeriksaan perkara kasasi. Melalui kasasi mahkamah agung dapat menggariskan, memimpin, dan uitbouwen dan boortbouwen ( mengembangkan dan mengembangkan lebih lanjut ) hukum melalui yurisprudensi. Sehingga hukum sesuai dengan derap dan perkembangan masyarakat dan khususnya keadaan sekelilingnya apabila perundang – undangan itu sendiri kurang adequate. Melalui rechtvinding hakim dapat mengembangkan, memperbarui huku yang dapat akseptabel bagi masyarakat. ( Seno Adjie, 1985 : 41 – 45 )
III. ALASAN PENGHAPUS PIDANA dalam KUH-Pidana , DOKTRIN, dan
YURIPRUDENSI
Kitab undang – undang hukum pidana tidak menjelaskan pengertian alasan penghapus dan juga tidak membedakan antara alasan pembenar dan alasan pemaaf. KUHP hanya menyatakan beberapa pasal sebagai hal – hal yang menghapuskan pidana, yaitu :
1.pasal 44 KUHP tentang tidak mampu bertanggungjawab
2.pasal 48 KUHP tentang daya paksa atau overmacht
3.pasal 49 ayat (1) KUHP tentang pembelaan terpaksa atau noodweer
4.pasal 49 ayat (2) KUHP tentang pembelaan terpaksa yang melampaui batas atau noodweer exces
5.pasal 50 KUHP tentang melaksanakan ketentuan undang – undang
6.pasal 51 ayat (1) KUHP tentang menjalankan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang
7.pasal 51 ayat (2) KUHP tentang menjalankan perintah jabatan yang tidak sah
alasan penghapus pidana di luar KUHP yang diakui dalam hukum pidana positif muncul melalui doktrin dan yuriprudensi yang menjadi sangat penting dalam pengembangan hukum pidana, karena dapat mengisi kekosongan hukum yang ada dan disebabkan oleh perkembangan masyarakat. Perkembangan dalam hukum pidana sangat penting bagi hakim untuk menghasilkan putusan yang baik dan adil. Sedangkan yurisprudensi melalui metode penafsiran dan penggalian hukum tidak tertulis rechvinding sangat berharga bagi ilmu hukum yang pada akhirnya akan menjadi masukan untuk pembentukan hukum pidana yang akan datang ( ius constituendum ).
Alasan penghapus pidana dibagi menjadi dua, yakni :
1.alasan penghapus pidana yang diatur dalam KUHP
yang juga diakui dalam doktrin maupun yuriprudensi.
2.alasan penghapus pidana di luar KUHP
berkembang dan diakui dalam doktrin dan yuriprudensi
berdasarkan pembagian tersebut, maka jenis – jenis alasan penghapus pidana sebagai alasan pembenar dan alasan pemaaf sbb :
ALASAN PEMBENAR
1)alasan pembenar dalam KUHP
a)keadaan darurat
sesungguhnya tidak dinyatakan secara tegas diatur dalam pasal 48 KUHP. Melalui doktrin dan yuriprudensi berkembang pandangan bahwa keadaan darurat merupakan bagian dari daya paksa yang relatif ( vis compulsiva), namun bukan merupakan daya paksa psikis. Dalam keadaan darurat pelaku dihadapkan pada tiga pilihan yang saling berbenturan, yaitu :
perbenturan antara kepentingan hukum dengan kepentingan hukum : seseorang yang dalam keadaan tertentu dihadapkan pada dua pilihan yang masing – masing dilindungi oleh hukum dan apabila yang satu ditegakkan maka yang lain akan dilanggar atau dikorbankan.
Perbenturan antara kepentingan hukum dengan kewajiban hukum : seseorang dihadapkan pada keadaan untuk memilih untuk menegakkan kepentingan hukum atau melaksanakan kewajiban hukum.
Perbenturan antara kewajiban hukum dengan kewajiban hukum : seseorang dihadapkan pada dua pilihan yang masing – maisng merupakan kewajiban hukum dan apabila yang satu ditegakkan maka yang lain akan dilanggar atau dikorbankan.
Keadaan darurat merupakan alasan pembenar, karena lebih banyak berkaitan dengan perbuatannya daripada unsur subjektif pelakunya. Dalam keadaan darurat asas subsidiaritas ( upaya terakhir ) dan proporsionalitas ( seimbang dan sebanding dengan serangan ) harus dipenuhi.
b)pembelaan terpaksa
Berkaitan dengan prinsip pembelaan diri. Dalam pembelaan terpaksa ada perbuatan yang melanggar kepentingan hukum orang lain, namun perbuatan tersebut dibenarkan oleh hukum karena memenuhi syarat – syarat yang ditentukan undang – undang, yakni :
perbuatan tersebut dilakukan karena ada serangan atau ancaman serangan yang bersifat seketika
serangan atau ancaman serangan tersebut bersifat melawan hukum
serangan tersebut ditujukan terhadap diri sendiri atau orang lain, kehormatan kesusilaan, dan harta benda baik milik sendiri maupun orang lain
pembelaan tersebut harus dilakukan dengan memperhatikan asas subsidiaritas dan proporsionalitas harus dipenuhi.
c)melaksanakan ketentuan undang – undang
yang dimaksud adalah undang – undang dalam arti materiil, yaitu setiap peraturan yang dibentuk oleh pembentuk undang – undang yang berlaku dan mengikat umum. Orang yang melakukan perbuatan yang melanggar hukum dalam rangka melaksanakan undang – undang dapat dibenarkan. Asas subsidiaritas dan asas proporsionalitas harus dipenuhi.
d)Menjalankan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang
Dapat digunakan bila ada hubungan subordinasi antara orang yang memberi perintah dan yang menerima perintah, serta berada dalam lingkungan pekerjaan yang sama.
2)Alasan pembenar di luar KUHP
a)Hak mendidik orang tua
Dalam mendidik anak dan murid mungkin saja orang tua, wali, atau guru melakukan suatu perbuatan yang melawan hukum, namun apabila perbuatan tersebut dilakukan dalam keadaan tertentu dan dilaksanakan secara mendidik dan terbatas, maka perbuatan tersebut dapat dibenarkan.
b)Hak jabatan dokter ( gigi )
Dalam pelaksanaan tugasnya seorang dokter akan melakukan suatu perbuatan yang dalam keadaan lain merupakan tindak pidana, perbuatan tersebut dibenarkan apabila dilakukan untuk mengobati penyakit dan bukan untuk menganiaya.
c)Izin dari orang yang dirugikan
Suatu perbuatan yang melanggar ketentuan hukum tertentu hilang sifat melawan hukumnya bila ada izin dari orang yang dirugikan.
d)Mewakili urusan orang lain
Suatu perbuatan yang melawan hukum dapat dibenarkan bila dilakukan untuk mewakili urusan orang lain dalam rangka melindungi kepentingan hukum yang lebih besar.
e)Tidak adanya siat melawan hukum materiil
Alasan pembenar ini mengalami perkembangan yang pesat dalam ilmu hukum pidana baik melalui doktrin maupun yurisprudensi. Dalam doktrin alasan pembenar ini sejalan dengan ajaran sifat melawan hukum materiil, yang kemudian banyak digunakan oleh para hakim dalam memutuskan suatu perkara. Ajaran sifat melawan hukum yang berfungsi sebagai alasan pembenar adalah ajaran sifat melawan hukum negatif.
Suatu perbuatan yang secara formal memenuhi rumusan tindak pidana dapat hilang sifat melawan hukumnya bila perbuatan tersebut secara materiil tidak melawan hukum.
ALASAN PEMAAF
Digunakan bila tindak pidana yang didakwakan telah terbukti dan tidak ada alasan pembenar. Alasan pemaaf terdiri dari :
1)Alasan pemaaf dalam KUHP
a)Tidak mampu bertanggungjawab
Yakni mereka yang cacat jiwanya, baik disebabkan oleh gangguan psikis maupun gangguan fisik. Walaupun hakim tidak menjatuhkan pidana Karena jiwanya cacat, namun hakim dapat menetapkan terdakwa dirawat di rumah sakit.
b)daya paksa
daya paksa ini merupakan daya paksa psikis yang berasal dari luar dari si pelaku dan daya paksa tersebut lebih kuat dari padanya. Asas subsidiaritas dan proporsionalitas harus diperhatikan dan dipenuhi.
c)Pembelaan terpaksa yang melampaui batas
Syarat yang harus dipenuhi adalah pelaku harus berada dalam situasi pembelaan terpaksa dan pembelaan yang melampaui batas tersebut dilakukan karena adanya goncangan jiwa yang hebat yang disebabkan oleh serangan atau ancaman serangan yang melawan hukum. Harus ada hubungan kausal antara serangan atau ancaman serangan dengan kegoncangan jiwa.
d)Menjalankan perintah jabatan yang tidak sah
Perintah berasal dari penguasa yang tidak berwenang, namun pelaku menganggap bahwa perintah tersebut berasal dari penguasa yang berwenang. Pelaku dapat dimaafkan jika pelaku melaksanakan perintah tersebut dengan itikad baik, mengira bahwa perintah tersebut sah dan masih berada dalam lingkingan pekerjaannya.
2)Alasan pemaaf di luar KUHP
a)Alasan penghapus pidana putatif
Terjadi bila seseorang mengira telah melakukan suatu perbuatan yang termasuk daya paksa atau pembelaan terpaksa atau menjalankan undang – undang dll, kenyataannya tidak ada alasan penghapus pidana tersebut. Orang tersebut tidak dapat dijatuhi pidana bila perbuatan tersebut dapat diterima secara wajar. Dalam hal ini pelaku berlindung dibawah tidak ada kesalahan sama sekali.
b)Tidak ada kesalahan sama sekali
Berasal dari pidana tanpa kesalahan, dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah AVAS ( afwejigheid van alle schuld ). Pelaku tidak dapat dipidana karena perbuatan tersebut tidak dapat dicelakan pada pelaku. Termasuk dalam pengertian ini adalah sesat yang dapat dimaafkan.
Alasan – alasan penghapus pidana tersebut mempunyai peranan yang sangat penting dalam penegakan hukum dan keadilan. Tanpa adanya alasan penghapus pidana seseorang yang melakukan perbuatan yang memenuhi rumusan suatu tindak pidana dapat dijatuhi pidana walaupun tidak ada maksud untuk melanggar ketentuan hukum tersebut, atau telah dilakukan sikap hati – hati atau tidak ada kesalahan pada orang tersebut. Baik alasan penghapus pidana yang tertulis maupun tidak tertulis dapat mencegah adanya putusan hakim yang tidak adil.
Dengan dianutnya sifat melawan hukum materiil dan alasan tidak ada kesalahan sama sekali, hakim dapat selalu menghasilkan putusan yang sesuai dengna perkembangan dan rasa keadilan masyarakat dan tidak hanya menjadi corong undang – undang.
PENERAPAN DAN PENEMUAN ALASAN PENGHAPUS PIDANA MELALUI YURISPRUDENSI
Penerapan alasan penghapus pidana yang diatur dalam KUHP maupun di luar KUHP dapat dilihat dalam yurisprudensi. Yang diatur di luat KUHP dapat dilihat mulai dari Arrest Hoge Raad tentang tukang susu tanggal 14 februari 1916 yang pada saat itu Hoge Raad sudah mulai mengikuti asas tidak ada pidana tanpa kesalahan. Kemudian Arrest Hoge Raad tentang dokter hewan tanggal 20 februari 1933, mulai menganut ajaran sifat melawan hukum materiil. Di Indonesia perkembangan alasan penghapus pidana lebih banyak melalui sifat melawan hukum materiil.
Putusan – putusan mahkamah agung yang sangat baik berkaitan dengan sifat melawan hukum materiil banyak dijadikan pedoman oleh hakim – hakim lain baik dari pengadilan negeri, pengadilan tinggi maupun dari mahkamah agung sendiri. Secara tegas diakui bahwa sifat melawan hukum materiil merupakan alasan penghapus pidana diluar undang – undang .